Home » » Pemanfaatan TORA untuk Perluasan Lahan Pertanian dan Kesejahteraan Petani

Pemanfaatan TORA untuk Perluasan Lahan Pertanian dan Kesejahteraan Petani

Posted by CB Blogger

INFO MEUTANI -- Seminar rutin ke-10 PSEKP di Kementerian Pertanian telah dilaksanakan Hari Rabu tanggal 13 Desember 2017, dengan judul “Pemanfaatan Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) untuk Perluasan Lahan Pertanian dan Kesejahteraan Petani”. Presenter adalah DR. Syahyuti, seorang peneliti PSEKP yang banyak menekuni permasalahan agraria di Indonesia.



Seminar ini penting sebagai upaya menginformasikan perkembangan Program TORA dan langkah yang semestinya diambil oleh Kementan. Pemerintah telah menjanjikan akan melakukan reforma agraria seluas 9 juta ha lahan untuk dibagikan ke petani. Program landreform ini terbagi atas dua skema yaitu berupa legalisasi asset seluas 4,5 juta ha ditambah redistribusi lahan juga seluas 4,5 juta ha.

Pembangunan pertanian membutuhkan lahan yang cukup untuk ekstensifikasi, terutama untuk tanaman pangan pokok. Agar dapat berswasembada maka untuk komoditas padi dibutuhkan lahan sawah 14,98 juta ha, untuk jagung 6,21 juta ha, kedelai 2,27 juta ha, dan tebu 12,28 juta ha. Ketersediaan lahan baru sangat urgen, karena selama ini terpaksa hanya mengandalkan lahan sawah pada MT II dan MT III yang harus bersaing dengan berbagai tanaman lain. Karena itulah, misalnya Kementan mentargetkan untuk dapat mencetak sawah baru seluas 1 juta ha dalam 5 tahun ini (2015-2019).

Perluasan lahan pertanian sangat memungkinkan karena lahan yang tersedia di Indonesia sangat cukup. Indonesia memiliki luas 516.757.300 ha, dimana 191.009.000 ha di antaranya merupakan daratan. Dari luasan tersebut, sesungguhnya 95.810.000 ha, atau lebih kurang setengahnya dapat dijadikan lahan pertanian secara geofisik.

Saat ini sebagian besar lahan tersebut merupakan kawasan hutan. Masih tersedia 34,7 juta ha lahan hutan yang berpotensi menjadi lahan pertanian, yang terbagi atas Area Penggunaan Lain (APL) seluas 7,5 juta ha, Hutan Produksi Konversi (HPK) seluas 6,8 juta ha, dan sisanya ada di kawasan Hutan Produksi (HP) seluas 20,5 juta ha.

Untuk sawah misalnya, saat ini luas lahan baku sawah existing hanya 8,1 juta ha, namun ada potensi pengembangan setidaknya 8.3 juta ha. Untuk lahan kering, ada potensi pula seluas 22,4 juta ha, yang terbagi atas lahan kering semusim (7,1 juta ha) dan lahan kering tahunan (15,3 juta ha). Demikian pula masih tersedia lahan gambut seluas 21,5 juta ha serta lahan rawa 33,5 juta ha.

Program TORA seluas 9 juta ha berpijak pada Nawacita Presiden yang disebutkan jelas  pada Agenda ke-5 yakni Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia Indonesia. Hal ini lalu tertuang dalam RPJMN 2015-2019 yakni “Reforma Agraria melalui redistribusi tanah dan bantuan pemberdayaan masyarakat”. Realisasi TORA diawali dengan keesepakatan tiga menteri tentang yakni Kemen LHK, Kementan, dan BPN. Ketiga Menteri sepakat membentuk “Tim Percepatan Pencadangan Lahan untuk Investasi Pertanian (PPLIP)”.

Untuk program redistibusi, lahan berasal dari bekas HGU, tanah terlantar, tanah negara, pelepasan kawasan hutan, hutan produksi untuk konversi. Lahan ini diperuntukkan bagi buruh tani, petani gurem, masyarakat adat, nelayan, pemuda,  dan perempuan. Pelepasan kawasan hutan (4,1 juta ha) merupakan  alokasi 20% perusahaan perkebunan dari pelepasan kawasan hutan, dan seluas 2,1 juta Ha dari HPK di kawasan hutan yang tidak produktif.

Di luar lahan TORA, pemerintah juga menggulirkan program Perhutanan Sosial, yang direncanakan untuk 12,7 juta ha, namuan sampai tahun 2019 ditargetkan hanya 4,3 juta ha. Lahan ini diperuntukan bagi koperasi, kelompok tani, dan Gapoktan. Data dan informasi ini menunjukkan bahwa pemerintah terus berusaha menyediakan lahan yang cukup untuk pertanian, sehingga selain melalui pendeketan intensifikasi (peningkatan produktivitas), pendekatan ekstensifikasi (perlusan lahan) sangat memungkinkan sebagai solusi untuk memproduksi pangan yang cukup.

Dari data dan informasi yang dikumpulkan, saat ini telah terbentuk tiga Pokja yang masing-masing diketuai oleh Kementerian LHK, Badan Pertanahan Nasional, dan Kementerian Desa. Tahun 2018 aksi reforma agraria ini ini sudah memfokuskan diri di level propinsi dan kabupaten.  Dengan demikian, Kementerian Pertanian dengan jajarannya di daerah perlu menjadi stakeholders yang berperan aktif dalam pelaksanaan kegiatan ini, terutama untuk menjamin bahwa lahan yang dibagikan sesuai untuk usaha pertanian.

Sesuai dengan waktu yang berjalan, dapat dikatakan bahwa realisasi TORA belum berjalan mulus, mengingat jadwal kerja tinggal dua tahun lagi. Program TORA (legalisasi dan redistribusi) juga baru sebatas aspek landreform (pembagian lahan), sedangkan aspek non-landreform (akses reform) nya belum terlihat. Optimalisasi lahan TORA membutuhkan kedua aspek ini sekaligus, dimana Kementerian Pertanian sebagai kementerian teknis mendukung berupa penyediaan prasarana dan sarana usaha agribisnis mulai dari penyediaan air irigasi, input usahatani, teknologi, permodalan, dan pasar.

Redistribusi lahan kehutanan untuk pertanian jelas merupakan terobosan besar dalam mengatasi kemandekan perluasan lahan pertanian selama ini, yang bahkan setiap tahun dihantui oleh konversi yang sulit dikendalikan. Keberhasilan program TORA dalam bentuk redistribusi lahan memberikan pengaruh makro yang sangat posistif, karena menyediakan lahan baru yang sangat signifikan dan sangat membantu pencapaian target-target swasembada pangan nasional.  Sementara, legalisasi aset (pemberian sertifikat tanah) memberi pengaruh mikro yang baik bagi keluarga petani, karena akan mampu menjadi modal yang besar untuk petani dalam berusahatani dan mengembangkan agribisnis. [] PSE LITBANG PERTANIAN


1 comments:

  1. ayo bagi yg suka maen judi ayam on line sabung ayam bangkok
    di bolavita tempat nya banyak sekali bonus2 menarik
    dan game2 on line terlengakap se indonesia
    dengan pelayanan 24 jam yg sangat ramah

    ayo segera daftar dan buktikan sendiri
    info lbh lanjut:

    whatup : +62812-2222-995

    ReplyDelete